BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Agama sebagai suatu keyakinan dan aqidah
yang dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan secara
filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain,
nilai-nilai tersebut bersifat universal
atau menyeluruh, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun.
Agama juga sebagai suatu pegangan dan pedoman dalam
melaksanakan hubungan baik antara Tuhan dan sesama manusia.Pada hakikatnya
merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari berbagai penjabaran norma
yang ada, baik norma hukum, norma moral maupun ibadat yang dilakukan oleh
manusia.
Namun setiap manusia memiliki
kepercayaan yang menjadi landasan dalam memilih agama yang akan diyakini dalam
hidupnya.Allah telah mengatakan bahwa manusia itu berbeda – beda.Kehidupan
manusia sungguh beracam ragam diciptakan oleh Allah,dari mulai suku,ras,adat
istiadat budaya,warna kulit,ideologi,hingga keyakinan dalam beragama.dan di
Indonesia sendiri memiliki banyak jenis agama yang di akui dan memiliki banyak
pemeluk seperti ,kristen, katholik, hindu, budha, konghucu,dan islam sebagai
mayoritas dan pemeluk terbanyak.
Sesungguhnya perbedaan itu menjadikan
hidup manusia penuh warna dan kayanya budaya dalam bernegara,apabila satu
dengan yang lainnya saling menjaga,hidup rukun dan saling menghargai antara
perbedaan yang terjadi.Namun sangat disayangkan,tidak semua elemen menjaga hal
itu,sehingga ada toleransi yang mulai hilang dalam memahami perbedaan
itu,itulah yang menyebabkan konflik antar agama sering terjadi dikalangan
masyarakat luar maupun di Indonesia sendiri.
II.
RUMUSAN
MASALAH
Dari
penjabaran yang telah disampaikan di atas maka tersusunlah beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Apa definisi agama,dan mengapa agama
itu berbeda – beda dalam kehidupan manusia ?
2.
Apa itu pemicu konflik yang terjadi
antar umat beragama ?
3.
Apa pengendalian, dan penyeselaian yang
harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya konflik antar umat beragama ?
III.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
dari penuisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui definisi dari agama, dan
mengapa agama manusia berbeda – beda.
2.
Mengetahui penyebab terjadinya
konflik antar umat bergama.
3. Mengetahui
cara pengendalian, penyelesaian agar tidak terjadi lagi konflik antar umat
beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AGAMA
Agama
berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “ tradisi “. Yang mana “A” berarti
tidak dan "GAMA" berarti kacau, Sehingga agama berarti tidak kacau. Jika
kita lihat dari bahasa latin agama berasal dari kata religio yang berarti
“mengikat kembali”. Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat dirinya
kepada Tuhan.
Agama menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan sekitarnya..
Kita sebagai
umat beragama harus semaksimal mungkin berusaha dan meningkatkan keimanan serta
kualitas diri dalam beribadah. Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat
dari sudut isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang
tata cara mengabdi kepada Tuhana Yang Maha Esa yang harus di pegang dan
dipatuhi.
Jadi, agama pada
intinya adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupan di
dunia berharap agar mendapatkan kesejahteraan di akhirat kelak.
1. Menurut Sutan
Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan dan perhubungan
manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan
kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada
hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.
2.
Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah
kecendrungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang
meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.
Dari kedua pendapat
tersebut, dapat kita simpulkan bahwasanya agama merupakan : Kebutuhan manusia
yang paling esensial.
1. Adanya
kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya.
2. Adanya
kesadaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,
mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.
B. MENGAPA AGAMA BERBEDA-BEDA
Manusia adalah mahluk yang selalu
bertanya dan makhluk yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Pertanyaannya
mengikuti keingintahuannya semakin bertambah dewasa maka akan banyak
pengetahuan yang dimilikinya dan itu dinamakan kecerdasan manusia.
Ada banyak agama disekitar kita.
Mulai dari agama Islam, kristen, konghucu, katolik, budha, hindu, dll. Manusia
mencari Tuhan dengan cara yang berbeda. Perbedaan itu adalah hal yang baik,
karena membawa kekayaan pengalaman hidup. Dengan perbedaan itulah timbul rasa
toleransi dan saling menghargai.
Agama tumbuh bersama peradaban. Jadi
sudah ribuan tahun agama bersama manusia. Beragam peradaban di dunia, kebiasaan
dan cara hidup yang berbeda-beda itulah yang membuat manusia memiliki agama
yang berbeda-beda pula. Agama adalah kumpulan ajaran yang diwariskan sepanjang
sejarah peradaban manusia. Yaitu ajaran tentang cara hidup yang baik menurut
masing-masing peradaban. Ada yang percaya bahwa agama itu berasal dari Tuhan,
orang-orang bijak contohnya nabi. Setiap orang punya pilihan dan tidak ada
paksaan dalam beragama.
Ilmu pengetahuan sangat berperan
penting dalam kehidupan manusia.Sebelum ilmu pengetahuan berkembang, agama
memegang peran penting dalam menjawab persoalan alam dan kehidupan manusia. Keberagaman
agama menunjukkan bahwa pendapat manusia tidak sama, maka dapat disimpulkan munculnya
berbagai macam agama itu adalah jawaban terhadap beragam persoalan hidup kita.Sering
kali kita merasa takjub akan suatu hal yang mungkin tidak masuk di akal dan
tentang hal itulah agama menjawabnya tanpa kita sadari dan kita duga-duga.
Terkadang jawaban itu terasa kurang masuk akal jika di pandang dari segi ilmu
pengetahuan namun itulah keajaiban Tuhan.
Dapat kita pahami bahwa :
1.
Ada keberagaman agama di dunia
karena setiap manusia memiliki keingintahuan yang berbeda. Dengan maksud tidak
ada satu jawaban yang pasti tentang masalah-masalah alam semesta dan kehidupan.
Karena itu manusia hanya cukup meyakininya saja, dan itu merupakan sifat utama
agama karena keyakinan itu tidak dapat di paksakan.
2.
Karena kita saling menghormati pilihan orang,
maka agama tidak boleh dipaksakan menjadi hanya satu. Sebaliknya, apabila kita
saling memaksakan, maka kita akan saling melenyapkan agama yang beragam itu.
Akibat dari banyaknya agama, pasti
kita berpikir pula untuk menannyakan tentang keberagaman Tuhan. Tidak ada
salahnya jika pertanyaan ini ada. Pasti di setiap agama ada yang yakin bahwa
Tuhan mereka hanya 1, namun hanya berbeda-beda saja cara beribadah dan
berdoanya.
B.
PENYEBAB
TERJADINYA KONFLIK
I.
Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang
sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan
doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap
pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran
agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam
skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada
agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan
lawan dinilai menurut patokan itu.
Agama Islam dan Kristen di
Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk
dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal
dari Tuhan.
Di beberapa tempat terjadinya
kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi
golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam
umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama.
Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh
sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai
masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang
pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu
agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.
Karena itu, faktor perbedaan
doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil
sebagai pemicu konflik.
II.
Perbedaan Suku dan Ras
Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa
perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan
suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk
menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara
Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan
Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam
ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan
ketentraman dan keamanan.
Di beberapa tempat yang terjadi
kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang
mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku
Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah
kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa.
Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu
terjadinya konflik.
III.
Perbedaan Tingkat
Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya
bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia
tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam
masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik
antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak
perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat
memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang
memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja
lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok
masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai
faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok
agama di Indonesia.
IV.
Masalah Mayoritas dan
Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai
aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat
adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai
tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai
kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian
fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga
nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami
lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa
tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian
fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.
C.
PENANGGULANGAN
KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA
Konflik
antar umat beragama kerap kali terjadi di sekitar kita. Perbedaan, kurangnya
toleransi, dan saling menghargai satu sama lain menjadi pemicu utama sebuah
konflik sebagaimana yang telah di jelaskan di halaman sebelumnya.
Sebenarnya
sudah banyak upaya yang dilakukan potensi konflik tidak menjadi kasus. Pendekatan struktural
pemerintah masih sangat dominan. Sementara upaya dari kelompok masyarakat
sendiri belum banyak dilakukan.
Pendekatan
struktural TOP-DOWN dilakukan dengan
menggunakan dua cara yaitu :
1.
Kegiatan musyawarah. Musyawarah
berguna untuk melakukan pembinaan dan sosialisasi untuk mencapai suatu mufakat
ataupun suatu keputusan. Banyak musyawarah yang dilakukan di sekitar kita yang
membicarakan tentang kerukunan antar umat beragama namun hal tersebut hanya
bersifat wacana belaka tanpa ada tindak lanjut
dalam bentuk nyata.
2.
Melakukan deteksi dini
terhadap kemungkinan terjadinya konflik antar umat beragama. Cara ini adalah
cara yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang terkoordinir dengan baik
secara instrumental :
a.
Pembuatan surat
keputusan dan perundangan yang mengatur khusus tentang hubungan antar kelompok
ataupun antar umat beragama.
b.
Menjadikan pancasila
dan nasionalisme sebagai nilai dan norma setiap kelompok umat beragama.
Penggunaan surat keputusan atau
peraturan sebagai pedoman pembinaan kerukunan umat beragama dapat di pilah
menjadi 3 bagian yaitu :
1.
Upaya yang dilakukan
pemerintah tingkat nasional, sebagai contoh dalam bentuk peraturan berskala
nasional adalah Keputusan Mentri Agama RI nomor 35 tahun 1980 tentang “ Wadah
Musyawarah Umat Beragama “
2.
Upaya yang dilakukan
pemerintah tingkat provinsi. Setiap provinsi memiliki peraturan otonomi daerah
masing-masing sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan provinsi tersebut.
Misalnya, SE Gubernur nomor 451/1178/031/2000 tanggal 10 Februari 2000 tentang
‘Anjuran Pendirian Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB ).
3.
Dan upaya yang
dilakukan di kabupaten/kota. Upaya ini bisa terbilang tidak berjalan dengan
baik termasuk juga pemberdayaan pada level dasar. Walau begitu bukan berarti
upaya ini gagal karena setidaknya sudah di laksanakan sosialisasi pemberdayaan
antar umat beragama.
D.
UPAYA
PENYELASAIAN KONFLIK
Dalam
setiap kehidupan bermasyarakat selalu ada perbedaan, dan perbedaan tidak mungkin
dapat di hindari. Perbedaan adalah sebuah anugrah dari Tuhan yang tiada bandingnya,
Rasulullah bersabda : “Perbedaan di antara umatku adalah rahmat”. Dengan
berbagai perbedaan manusia dapat bertukar pikiran, saling melengkapi dan dengan
hal tersebut akan mencapai sebuah kemajuan karena mereka saling belajar antara
yang satu dengan yang lainnya. Namun tidak selamanya perbedaan menjadi sebuah
kegemilangan, banyak dari perbedaan yang menjadi sebuah konflik pertikaian,
pertengkaran,bahkan pertumpahan darah yang menghantarkan pada hancurnya
peradaban masa depan. Hal itu terjadi karena kurangnya toleransi dan saling
menghargai.
Konflik
yang ada di sekitar kita tidak dapat di hindari namun dapat di tanggulangi, salah
satu cara untuk menjaga masyarakat adalah dengan mengelola konflik tersebut. Agar konflik tidak lagi bernilai negatif namun
sebaliknya merubah konflik itu bersifat konstruktif ( membangun ) dan humanis (
kemanusiaan ).
Banyak
konflik di indonesia kita ambil saja contohnya seperti yang terjadi di sekitar
kita yakni kabupaten kulonprogo. Penyelesaian konflik tersebut cenderung
menggunakan pendekatan struktural dan TOP-DOWN. Pendekatan struktural adalah
cara yang di pakai oleh pemerintah dan pihak keamanan dalam menyelesaikan
konflik. Para tokoh masyarakat masih ada yang dilibatkan dalam proses
penyelesaian sebuah konflik, namun mereka bukan sebagai penengah ataupun
pemrakarsa ( pencetus ) karena perakhiran dipegang oleh pemerintah. Hal itu
dikarenakan kebanyakan tokoh masyarakat tidak lagi menjadi pengayom masyarakat
melainkan mereka lebih berpihak kepada satu pihak atau golongan. Hal tersebut
tentunya manjadi kendala dalam mengoptimalkan peran budaya lokal, khususnya
tokoh masyarakat.
Cara
penyelesaiannya dilakukan dengan bermusyawarah dan berdiskusi. Dengan cara
pemerintah mengundang sebagian tokoh masyarakat yang menjadi perwakilan dari
setiap kelompok yang terlibat dalam konflik.
Disitulah musyawarah berlangsung untuk mengambil sebuah solusi terbaik,
dan dalam hal ini hukum menjadi tidak berlaku dan yang berlaku adalah hukum
adat.
Penegakan
hukum ini sangat penting untuk ditegakkan supaya memberi efek jera pada
masyarakat, terutama agar tidak terjadi kerusuhan dan konflik.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Penyebab
konflik antar umat beragama karena kurangnya rasa solidaritas dan toleransi
dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Seperti yang di jelaskan dalam
pembahasan sebelumnya.
Dan
cara penanggulangannya dengan menumbuhkan sikap terbuka antar perbedaan yang
ada tetapi harus tetap memegang teguh iman dan kepercayaan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
v Dr.
Nawari Ismail, M.Ag, Prof. Muhaimin AG ( Pendamping ), Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal,( Bandung, CV. Lumbuk Agung,
2011 ) Hal : 179 – 182.
v HustonSmith,
Agama Agama Manusia,( Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia, 2001 )
v Max
Weber,Sosilogi Agama,( Yogyakarta, Ircisod,2012 )