Kamis, 22 Maret 2018

RUQYAH SYAR'IYYAH

PENGERTIAN RUQYAH

Menurut kaidah syar'i :Ruqyah Syariah adalah sebuah terapi pengobatan dengan cara membacakan ayat-ayat suci Alquran dan doa-doa perlindungan yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW

Manfaat Ruqyah : untuk penjagaan, perlindungan, pengobatan dan penyembuhan baik untuk diri sendiri maupun orang lain dari berbagai gangguan dan penyakit medis dan non medis. Ruqyah syariyah merupakan bagian dari syumuliyah Islam yang dapat digunakan untuk media dakwah sehingga diharapkan terapi ruqyah yang dilakukan tidak keluar dari bingkai dakwah Islam.

Pengobatan ruqyah sebenarnya sudah ada sejak masa sebelum Islam. Kemudian Rasulullah saw menetapkan ruqyah yang dibolehkan dan ruqyah yang terlarang. Seiring dengan perkembangan zaman pengobatan ruqyah mengalami pasang surut, dan akhir- akhir ini ruqyah syariyah marak kembali dan meluas ke daerah-daerah bahkan masuk ke media televisi, koran dan majalah. Realitas ini sangat menggembirakan karena ada satu lagi sarana yang dapat digunakan untuk media dakwah Islam.

Landasan ruqyah terdapat di dalam Alquran dan Assunnah, diantaranya ialah :

1. Alquran surat Al-Isra’ ayat 82 :

yang Artinya : "Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah bagi orang- orang dzalim selain kerugian."

2. Alquran surat Yunus ayat 57 :

yang Artinya : "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."

3. Alquran surat Fushshilat ayat 44 :

yang Artinya : … … .."Katakanlah, Alquran itu adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman" … 

4. Hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abi Sa’ id Alkhudri :

yang Artinya : Dari Abi Said Alkhudri ra, beliau berkata, ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami singgah di suatu tempat, maka datanglah seorang wanita dan berkata, ‘ sesungguhnya pemimpin kami terkena sengatan, sedangkan sebagian kami sedang tidak ada, apakah ada diantara Kalian yang bisa meruqyah ? ’ maka bangunlah seorang dari kami yang tidak diragukan kemampuannya dalam ruqyah. Dia meruqyah dan sembuh. Kemudian dia diberi 30ekor kambing dan kami mengambil susunya. Ketika peruqyah itu kembali, kami bertanya, ‘ apakah Anda bisa ? apakah Anda meruqyah ? ’ ia berkata :‘ Tidak, saya tidak meruqyah kecuali dengan Alfatihah’ . Kami berkata : ‘ Jangan bicarakan apapun kecuali setelah kita mendatangi atau bertanya kepada Rasulullah saw. Ketika sampai di Madinah, kami ceritakan pada Nabi saw,Dan beliau bersabda : ‘ Tidakkah ada yang tahu bahwa itu adalah ruqyah? Bagilah ( kambing itu) dan jadikan aku satu bagian’ . ( HR. Bukhari-Muslim) .

5. Hadits shahih riwayat Muslim dari Auf bin Malik Al-asyja’ i :

yang Artinya : Dari Auf bin Malik Al-asyja’ i, ia berkata : ‘ Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya : wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu ? ’

Rasulullah saw bersabda : ‘ Perlihatkan kepadaku ruqyah Kalian, tidak apa-apa dengan ruqyah jika tidak ada unsur syiriknya’ . ( HR. Muslim) .

6. Hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah: yang Artinya : Dari Ummu Salamah ra, bahwa Nabi saw pernah melihat di rumahnya seorang anak wanita yang di wajahnya ada ‘ gangguan mata’ , lalu Nabi saw bersabda : ‘ Bacakanlah ruqyah untuknya karena dia kena gangguan mata’ .( HR. Bukhari-Muslim) .

7. Tafsir Alquran Aisar Attafasir oleh Syaikh Abu Bakr Jabir Aljazairiy :yang Artinya : Sesungguhnya ketika Lubaid bin Mi’ sham seorang Yahudi di Madinah menyihir Nabi saw maka Allah menurunkan Almu’ awwidzatain kemudin malaikat Jibril meruqyah Nabi saw dengan Almu’ awwidzatain sehingga Allah SWT  menyembuhkannya. ( Aisar Attafasir juz 5 hal. 630) .

JENIS PENYAKIT YANG DAPAT DIRUQYAH

Pada dasarnya setiap jenis penyakit dapat diruqyah dan sembuh dengan izin Allah, baik penyakit fisik maupun non fisik, medis maupun non medis, juga gangguan jin dan sihir, serta gangguan mental kejiwaan, karena pada hakekatnya yang menyembuhkan segala jenis penyakit adalah Allah.

Allah berfirman dalan surat 26 Assyu’ ara’ : 80 :

yang Artinya :" Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku" ( Assyu’ ara’ : 80)

Rasulullah saw pernah meruqyah seorang anak yang terkena gangguan jiwa ( gila) , beliau menggertak jin yang berada dalam tubuh anak tersebut, ‘ Keluarlah hai musuh Allah, aku adalah utusan Allah’ , kemudian anak itupun sembuh dengan izin Allah ( HR. Ahmad) .

Rasulullah juga pernah meruqyah sahabatnya yang bernama Utsman bin Abil ‘ ash yang mengalami gangguan sering lupa jumlah rakaat shalat ketika dia ditugaskan di Thaif. Ia menemui Rasulullah di Madinah dan menceritakan masalahnya. Maka Rasulullah bersabda : ‘ Itu adalah gangguan syetan, mendekatlah’ , saat ia mendekat dan duduk di atas kedua kakinya sendiri, Rasulullah memukul dadanya dengan tangannya serta meludahi mulutnya seraya membentak : ‘ Keluarlah hai musuh Allah ! ’ , Beliau mengulangi sampai tiga kali, kemudian bersabda : ‘ Lanjutkan tugasmu ! ’ , kemudian Utsman berkata : ‘ Demi Allah, setelah itu saya tidak pernah terkena gangguan lagi’ . ( HSR. Ibnu Majah) .

Malaikat Jibril pernah meruqyah Rasulullah saw, seperti yang diceritakan oleh Aisyah ra, Rasululah bila merasa sakit, datanglah Jibril meruqyahnya dengan doa ( yang artinya ) : Dengan nama Allah yang membebaskanmu, menyembuhkanmu dari berbagai penyakit, dan dari kejahatan orang yang dengki, dan dari kejahatan pemilik pandangan yang berbahaya. ( HSR. Muslim) .

Abu Said Alkhudri ra berkata bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dan berkata : ‘ Ya Rasulullah, saya merasa sakit di dada saya’ , Rasul menjawab : ‘ Bacakanlah Alquran’ ( HR. Ibnu Murdawih) .

Rasul juga bersabda : ‘ Hendaklah kamu memakai dua alat penyembuh, madu dan Alquran’ ( HR. Ibnu Majah) .

Rasulullah bersabda kepada seseorang yang merasa sakit pada badannya : ‘ Letakkan tanganmu di atas yang sakit dari badanmu, lalu bacalah basmalah tiga kali, dan bacalah tujuh kali : Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari kejahatan yang saya temui dan yang saya takuti’ . ( HSR. Muslim) .

Di samping itu ruqyah juga bermanfaat bagi orang sehat dengan izin Allah sebagai perlindungan dan penjagaan dari berbagai mara bahaya dan penyakit. Rasulullah pernah meruqyah kedua cucunya, Hasan dan Husain padahal keduanya sehat-sehat saja, diceritakan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah meruqyah kedua cucunya itu dengan doa :

yang Artinya : Saya perlindungkan Kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari ( kejahatan) syetan dan binatang berbisa, serta dari pandangan yang menimpa. ( HR. Bukhari) .

Lebih dari itu ruqyah syar’ iyyah juga bermanfaat untuk membentengi rumah dan tempat-tempat tertentu dari gangguan dan kehadiran syetan. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi saw telah bersabda : ‘ Janganlah Kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya syetan lari dan kabur dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Albaqarah’ . ( HSR. Muslim) .

SYARAT SYARAT PERUQYAH

Tidak setiap orang dapat menjadi peruqyah, terutama terhadap penyakit-penyakit karena gangguan jin, sihir dan sejenisnya. Dalam hal ini seorang peruqyah pada hakikatnya sedang menghadapi sebuah alam lain, yaitu roh-roh yang berbeda tabiatnya dengan alam manusia, yakni alam jin. Oleh karena itu seorang peruqyah harus memiliki sejumlah sifat sebagai berikut :

Memiliki salimul aqidah, yakni aqidah yang lurus, benar dan bersih dari syirik seperti aqidah generasi salafussalih.Merealisasikan tauhid yang murni dalam ucapan dan perbuatan.Meyakini bahwa Alquran dan doa-doa ma’ tsur yang dibaca berpengaruh bagi jin dan syetan dengan izin Allah.Menjauhi hal-hal yang diharamkan, sedapat mungkin juga menjauhi hal-hal yang makruh karena hal itu dapat menjadi pintu masuk syetan untuk mengganggu manusia.Mendukung dan melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah dan RasulNya, karena hal ini merupakan bagian senjata untuk mengalahkan syetan.Mengetahui hal ihwal penyakit, terutama penyakit-penyakit karena gangguan jin dan sihir, mengetahui hal ihwal jin dan syetan, mengetahui pintu-pintu masuknya syetan kedalam tubuh dan jiwa manusia.Membentengi diri dengan taqwa kepada Allah, taat kepada Allah dan RasulNya, selalu berdzikir dan berdoa, shalat berjamaah, shalat-shalat sunnah dan qiyamullail, dzikir pagi dan petang, membaca Alquran tiap hari, doa hendak tidur dan bangun tidur, doa masuk rumah dan keluar rumah, doa safar, doa masuk dan keluar masjid, doa waktu mendengar kokok ayam dan suara keledai, doa masuk dan keluar kamar mandi, doa sebelum dan sesudah makan, doa melihat bulan purnama, doa naik kendaraan, puasa-puasa sunnah, dan sebagainya

CARA MERUQYAH

1. Persiapan.

- Membersihkan tempat ruqyah dari barang najis, tumbal, jimat, gambar, musik, alat musik, laki-laki memakai emas, perempuan tidak menutup aurat, dan pelanggaran syariat lainnya.

- Membersihkan penderita dari tumbal, penangkal, atau jimat yang dikenakannya.

- Memberi pelajaran aqidah kepada penderita dan keluarganya hingga menghapuskan ketergantungan hati kepada selain Allah.

- Menjelaskan tentang ruqyah syar’ iyyah dan perbedaannya dari ruqyah syirkiyyah.

- Mendiagnosis penderita dengan beberapa pertanyaan terkait penyakitnya, hal-hal yg dialami ketika tidur dan jaga, tentang mimpinya dan keluhan lainnya.

- Meminta penderita berwudu, menutup aurat, kalau pendrita wanita wajib disertai muhrimnya dan tidak menyentuh langsung.Berdoa kepada Allah agar membantu dan menolong menyembuhkan penderita.

2. Pengobatan.

1. Membacakan ayat-ayat Alquran atau doa-doa ma’ tsur di depan penderita dengan suara nyaring dan tartil.

2. Kalau penyakitnya karena gangguan jin atau sihir biasanya akan timbul reaksi tertentu atau jin di dalam tubuh penderita akan berbicara.

3. Jangan terlalu banyak berbicara dengan jin, karena mereka suka berdusta.

4. Bicaralah seperlunya dan nasehatilah jin itu, ajaklah masuk Islam, tuntun mengucapkan kalimat syahadat, suruh belajar Islam kepada jin muslim, dan perintahkan segera keluar dan tidak kembali lagi untuk selamanya.

5. Kalau jin itu membangkang, bacakanlah lagi Alquran, insya Allah jin-jin itu akan tersiksa, panas, bahkan terbakar atau keluar dengan segera.

6. Jika penyakitnya bukan gangguan jin, maka tidak akan terjadi reaksi tertentu, tetapi dengan izin Allah dan pertolonganNya penderita akan sembuh, insya Allah

3. Selesai Pengobatan.

Penderita yang telah sembuh, hendaknya :

1. Menjaga shalat berjamaah.

2. Tidak mendengarkan lagu dan musik.Berwudhu dan membaca ayat kursi sebelum tidur.

3. Berbusana muslim ( menutup aurat) dalam kesehariannya.

4. Membaca basmalah setiap mengawali melakukan sesuatu aktivitas.

5. Tidak tidur sendirian.

RUQYAH YANG DILARANG

Berikut ini tatacara ruqyah yang mengandung kesyirikan dan tidak sesuai syariat Islam.

 Rasulullah bersabda :

yang Artinya : Sesungguhnya ruqyah ( mantra) , tamimah ( jimat) , dan tiwalah ( pelet) adalah kemusyrikan ( HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Alhakim) .

Beliau saw juga menyatakan :

yang Artinya : Dari Imran berkata, Rasulullah saw bersabda : ‘ Akan masuk surga dari umatku 70 ribu tanpa hisab’ , sahabat bertanya : ‘ Siapa mereka wahai Rasulullah ? Rasulullah saw bersabda : ’ Mereka adalah orang yang tidak berobat dengan kay ( besi  panas yang ditempelkan) , tidak tathayyur ( meramal nasib dengan burung) , dan tidak minta diruqyah’ . ( HSR. Bukhari-Muslim) .

Para ulama’ banyak membicarakan hadits ini, diantaranya yang terkait dengan ruqyah. Mereka sepakat ruqyah ada unsur kemusyrikannya adalah HARAM. dan mereka membolehkan ruqyah syar’ iyyah yaitu membacakan ayat-ayat Alquran dan doa-doa yang ma’ tsur untuk penjagaan dan penyembuhan, termasuk mengambil upah dari meruqyah. Terkait dengan masalah ini Rasulullah saw pernah bersabda kepada paman Kharijah bin Ash-Shalt Attamimi yang telah sukses meruqyah orang gila, lalu diberi imbalan 100 ekor kambing, ‘ Ambillah imbalan itu, demi Allah ada orang yang mengambil hasil ruqyah yang bathil, sedangkan Kamu sekarang makan dari imbalan ruqyah yang haq’ . ( HSR. Abu Dawud) .

Beberapa cara meruqyah yang tidak sesuai dengan syariah antara lain :

1. Meminta bantuan jin, memenuhi permintaannya atau bersumpah atas nama jin.

2. Ruqyah yang dilakukan oleh tukang sihir.

3. Bersandar kepada ruqyah, bukan kepada Allah.

4. Mencampur aduk bacaan Alquran dengan mantra-mantra.

5. Menggunakan sesajen, tumbal atau alat yang mengarah pada syirik dan bid’ ah.

6. Memenjarakan jin dan menyiksanya.

Apabila kita merasa sakit, dibolehkan dan dianjurkan berobat dengan obat-obat yang halal. Pengobatan dilakukan sesuai dengan gejala penyakit yang diderita dengan tahapan sebagai berikut :

Ruqyah mandiri.Memeriksakan diri ke dokter ( pengobatan medis) .Jika ruqyah mandiri dan pengobatan medis tidak kunjung membawa hasil, boleh diruqyah oleh ahli ruqyah.

Rabu, 08 Juni 2016

MANAJEMEN INFAQ

MANAJEMEN INFAQ

Kata infaq dalam bahasa Arab biasanya diartikan dengan sedekah. Yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain karena berharap imbalan dari Allah Swt. Sebagaimana kata “nafkah” (nafaqah, derivatif infaq) berarti memberikan belanja kepada kerabat atau keluarga yang menjadi tanggungan. Hakekat kata infaq dalam bahasa Arab (anfaqa-yunfiqu-infaqan) memiliki arti lebih luas dari sekedar sedekah atau memberi uang belanja kepada keluarga.
Kata infaq anonoim dari kata iktinaz (kanz), yang berarti modal mati yang tidak dikembangkan dalam bentuk usaha atau yang tidak disedekahkan. “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih…”([1]Infaq berarti membelanjakan harta atau modal baik dalam bentuk investasi, produksi, konsumsi, maupun donasi. Tak sekedar sedekah yang bersifat sekarela.
Infaqu al maal (membelanjakan harta) menjadi fungsi dan tujuan utama kepemilikan harta atau modal. Allah Swt bangga dan cinta kepada hamba-hamba-Nya yang mensyukuri nikmat harta dengan berinfaq (investasi, produksi, konsumsi, donasi). Maka dijumpai banyak ayat maupun hadits yang mendorong kaum muslimin untuk berinvestasi, untuk konsumsi memenuhi kebutuhannya, maupun anjuran untuk bersedekah. Karena baik investasi, konsumsi, maupun donasi, merupakan sarana untuk memutar harta, agar tidak bergulir di kalangan tertentu. supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”([2]) Baik langsung atau tidak langsung perputaran harta melalui konsumsi, investasi bahkan donasi akan berpengaruh positif bagi perekonomian masyarakat.
Nilai suatu harta dalam Islam tak semata ditentukan oleh banyaknya (kuantitas) harta itu atau return yang diterima, melainkan juga oleh manfaat yang dimiliki oleh harta itu, baik manfaat bagi pemilik maupun orang lain. Karena itu, baik konsumsi, maupun donasi –yang secara lahir mengurangi harta- akan menjadikan suatu harta bernilai. Terdapat perbedaan pandangan kapitalisme dengan Islam dalam persoalan ini. Bagi kapitalisme, menyumbangkan harta adalah kemiskinan, karena mengurangi jumlah harta, sementara Islam menganggap bahwa dalam infak (sedekah) ada berkah dan jaminan pelipatgandaan oleh Allah Swt. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.”([3]“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”([4])
Kapitalisme menganggap bahwa sedekah akan mengurangi harta, sementara Islam menganggap bahwa sedekah akan memberi manfaat maknawi dan materi bagi pelakunya. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” ([5])
Bila infaqu al maal menjadi fungsi utama kepemilikan, maka menimbun harta dan menariknya dari peredaran usaha, bertolak belakang dengan maqashid al Khaliq, tujuan Allah dalam menganugerahkan harta kepada hamba-Nya. Infaq sejalan dengan sunnatullah, sementara iktinaz (penimbunan harta) berlawanan dengan sunnatullah, dan sekaligus kejahatan sosial.([6]“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih…”([7])
Dengan harta yang dimiliki seseorang bebas membelanjakannya. Ia bebas berinvestasi, bebas berproduksi, bebas mengkonsumsi, atau mendonasikan kepada orang lain. Kebebasan berinfak ini menjadi prinsip dalam ekonomi Islam. Akan tetapi kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan mutlak tanpa nilai. Melainkan kebebasan yang terbingkai oleh kaidah dan aturan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Allah dan juga sosial. Tiga aspek ekonomi Islam yang meliputiilahiyah (ketuhanan), ta`amuliyah akhlaqiyah (moralitas dalam hubungan dengan sesama) dan bi-ah (lingkungan)([8]) menjadi nilai-nilai yang membingkai kebebasan itu.
Dari tiga aspek ekonomi Islam itu dapat disimpulkan beberapa kaidah yang membingkai infaq atau membelanjakan harta:
  1. Kaidah istikhlaf (penguasaan)
Istikhlaf menjadi bentuk hubungan antara manusia dengan harta. Manusia adalah khalifah atas harta yang dimilikinya. Sementara pemilik hakiki adalah Allah Swt, Al maalu maalu Allahi. Semua yang ada dimuka bumi ini berada dalam kekuasaan Allah yang dikuasakan oleh-Nya kepada manusia agar dibelanjakan sebagaimana mestinya, yang tertuang dalam aturan syar`i. Allah Swt berfirman: Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya…” .([9])
Penguasaan istikhlaf ini, menurut Imam Zarkasyi, bukanlah penguasaan mutlak, manusia hanya wakil dari penguasa untuk membelanjakannya atau mengelolanya.([10]) Maka kegiatan ekonomi yang disebut dengan produksi, berdasar kaidah istikhlaf ini, hanyalah sebatas menciptakan manfaat dari materi yang telah diciptakan oleh Allah Swt, bukan menciptakan materi.([11])
Dari kaidah istikhlaf ini ada beberapa konsekwensi logis yang mesti diperhatikan dalam berinfak:
Pertama: manusia mesti tunduk dan taat kepada pemberi kuasa, Allah Swt. Seperti disebutkan oleh Imam Qurtuby, bahwa karena manusia hanyalah wakil yang diberi wewenang, maka semestinya ia menafkahkan harta itu sesuai petunjuk pemberi kuasa.([12]) Dengan demikian manusia tidak akan mencari dan mengumpulkan harta kecuali dengan cara yang halal, dan tidak membelanjakan harta kecuali dalam kebaikan (halaalan thayyiban).
Lebih lanjut ketaatan itu dimanifestasikan dalam bentuk penerimaan akan ketentuan dan aturan syar`i terkait dengan manajemen harta dan aset kekayaan.([13]) Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwa telah datang seorang sahabat dari Bani Tamim kepada Nabi Saw dan berkata: “Ya, Rasulallah, aku punya uang dan aset yang cukup banyak, beritahukan kepadaku apa yang harus aku perbuat dan bagaimana aku mesti membelanjakannya? Rasulullah menjawab: “Engkau keluarkan zakat hartamu, karena sesungguhnya zakat itu akan mensucikan dirimu, akan menyambung kekeluargaan dengan kerabatmu, dan memperjelas hak kaum miskin, fakir, dan peminta (yang membutuhkan).”([14])
Kedua: Manusia mesti mensyukuri nikmat yang telah diperoleh. Ungkapan rasa syukur merupakan bentuk pelestarian nikmat sekaligus jaminan tambahan kenikmatan. Barangkali kisah Qarun dan Kaum Saba`, seperti yang disebutkan dalam Al Quran, bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga akan urgensi syukur. Pengingkaran nikmat dan keengganan bersyukur akan berakibat kehancuran.
Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”([15])
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.”([16])
Ketiga: hendaknya manusia dengan ikhlas dan ringan melepaskan sebagian harta yang ia kuasai ketika ada tuntutan syari`ah yang menghendakinya, ketika kewajiban ukhuwah memanggilnya. Bukankah harta itu bukan miliknya, melainkan milik Allah. Apakan sulit melepaskan sesuatu yang bukan menjadi milik pribadinya. Konon Abu Hanifah seorang pedagang sukses. Keuntungan dari perniagaan yang beliau peroleh dikumpulkan untuk kemudian dibelikan kebutuhan pokok yang diberikan kapada para ulama hadits. Dan beliau berkata: “Janganlah kalian memuji kecuali kepada Allah, karena sesungguhnya bukanlah aku memberikan hartaku kepada kalian, melainkan karunia Allah untuk kalian yang dititipkan kepadaku.”([17])
Keempat: Mamusia mesti membelanjakan harta dan asset yang dimilikinya, terutama belanja investasi dan produksi. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa fungsi dan tujuan diciptakannya harta adalah untuk diputar, bukan untuk ditimbun. Dan Islam telah memberikan arahan peredaran harta dan aset itu dalam bentuk infak konsumtif, produktif, investasi, dan sebagainya.
Konon, Bilal ‘radliyallahu `anhu, diberi lahan kosong yang cukup luas oleh Rasulullah Saw, agar dikelola dan diberdayakan. Saat Umar menjabat sebagai khalifah, ternyata tanah tersebut terlantar dan tidak produktif. Umar berkata kepada Bilal, “Rasul memberi anda lahan untuk digarap, bukan ditelantarkan. Silahkan garap seluas yang anda mampu dan kembalikan sisanya kepada negara.”([18])
  1. Kaidah Mashlahah
Secara bahasa mashlahah berarti manfaat. Manfaat yang dikehendaki oleh syariah adalah terpeliharanya agama, jiwa, akal, nasl (generasi), dan harta (ekonomi) yang kelimanya diistilahkan dengan al dlaruriyyat al khams (lima hal pokok yang menjadi tujuan syariah). Bila suatu kegiatan ekonomi tidak berakibat `dlarar` (membahayakan) pada kelima atau salah satu dari lima tujuan di atas, itulah mashlahah. Segala bentuk aktifitas ekonomi yang dihalalkan oleh agama melalui nash-nash Al Quran dan Sunnah adalah mashlahah, karena pasti akan bermanfaat bagi kehidupan manusia melalui pelestarian al dlaruriyat al khams itu. Dan setiap kegiatan ekonomi yang terlarang secara nash pasti akan mendatangkan mudharat bagi salah satu atau keseluruhannya.
Bentuk-bentuk aktivitas ekonomi yang selain termaktub dalam nash-nash, yang merupakan hasil ijtihad para ahlinya, selama tidak bertentangan dengan nash-nash Al Quran dan Sunnah dan tidak berakibat dlarar bagi tujuan-tujuan syariah adalah sah menurut agama.
Berikut contoh-contoh dari infaq yang berorientasi pada mashlahah:
 Dengan berzakat seseorang berarti melestarikan ajaran agama (hifdzu al dini), pada saat yang sama memelihara hartanya, karena zakat akan mensucikan harta dan mengamankannya dari gangguan orang lain,([19]) bahkan ada jaminan dari Rasul Saw bahwa tidaklah zakat dan sedekah itu mengurangi harta.”([20])
 Tidak membelanjakan harta yang dimiliki, baik konsumtif, produktif, maupun investasi pada komoditas yang diharamkan agama, karena dipastikan akan membahayakan salah satu al dlaruriyyat al khams. Seperti, minuman keras, narkoba, yang merusak akal; perjudian yang merusak perekonomian (hifdz al maal), dan sebagainya.
 Tidak israf dalam membelanjakan harta. Kata israf dalam infak mengandung banyak pengertian. Diantaranya, berinfak di luar batas kewajaran, membelanjakan harta tidak pada tempatnya, dan membelanjakan harta dalam kemaksiatan. Semua bentuk infaq tersebut termasuk dalam kategori israf. Ibnu Abbas dan Imam Syafi`i menafsirkan kata al mubadzirin dengan infak yang tidak pada tempatnya, seperti pada kemaksiatan. Hingga Ibnu Abbas berkata, “Berinfak seratus ribu dirham dalam ketaatan bukanlah israf, sementara membelanjakan satu dirham dalam kemaksiatan adalah israf.”([21])
  1. Kaidah Awlawiyat (Prioritas)
Kemampuan manusia terbatas, sementara kebutuhan manusia yang terbatas bisa saja berubah menjadi tak terbatas, bila unsur keinginan mengintervensi. Kaidah prioritas ini sesungguhnya akan menjembatani antara kemampuan yang terbatas itu dengan pemenuhan kebutuhan yang `kadang` tidak terbatas. Maka dikenallah dalam prioritas syariah itu istilah-istilah dlaruriyyat (primer), haajiyyat (sekunder), dan tahsiiniyat (tertier).
Kaidah awlawiyat ini juga menghendaki pemisahan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan menjadi suatu yang asasi, urgen, dan mendesak untuk dipenuhi, bila tidak akan berakibat fatal. Berbeda dengan keinginan yang seringkali kehadirannya merupakan dorongan nafsu. Ketidakmampuan membedakan antara kebutuhan dan keinginan akan berakibat pada pelanggaran ekonomi terkait dengan hak sosial yang ada pada harta. Sebab agama menghendaki hak milik yang dimiliki individu bisa dinikmati juga oleh yang lain, “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”([22])
Karena terdorong pemenuhan keinginan yang tidak terbatas sering orang lalai akan hak orang lain. Keinginan berubah menjaid kebutuhan yang mesti dipenuhi, sehingga bagian yang semestinya menjadi hak orang lain teralokasikan untuk pemenuhan keinginan itu. Maka dapat dipahami mengapa Umar pernah mengingatkan warganya, “Apakah setiap keinginan mesti anda penuhi?”
Manajeman infak diperlukan dengan maksud agar terwujud hifdz al maal (terlestarikannya modal umat). Karena, seperti yang dikatakan Said Hawa dalam Al Islam, mustahil membiarkan orang menikmati hal miliknya dengan tanpa aturan, tanpa manajemen, dan tanpa akhlak. Karena hal itu sama dengan menciptakan kekacauan, sekaligus pintu kehancuran ekonomi umat. Dan Islam sangat concern dengan kehidupan ekonomi yang teratur, termenej, dan terkendali secara rapi.[23]


([1] ) Al Taubah: 34.
([2] ) Al Hasyr: 7.
([3] ) Al Baqarah: 268
([4]Saba`: 39
([5]Fathir: 29-30
([6]) Ismail al Hasany, Nadhariyat al Maqashid `inda al Imam Muhammad al Thahir bin `Asyur, al MA`had al `Alamy li al Fikry al Islamy, Virginia-USA, Cet. I, 1416-1995, hal. 174.
([7] ) Al Taubah: 34.
([8] ) Husein Ghanim, al Iqtishad al Islamy: Thabi`atuhu wa Majalatuhu, Dar al Wafa`, Kairo, Cet. I, 1411-1991, hal.30-36.
([9] ) Al Hadid: 57.
([10]) Lihat Tafsir al Kasyaaf atas surat Al Hadid: 57.
([11] ) Yusuf Qardhawi, Daur al Qiyam wa Akhlaq fi al Iqtishad al Islamy, Maktabah Wahbah, Kairo, Cet. I, 1415-1995, hal. 43.
([12]) Lihat Tafsir al Qurthuby, surat Al Hadid ayat 7.
([13]Yusuf Qardhawy (1415 M-1995), hal 50.
([14] ) Al Mundziri, Al Muntaqa min al Targhib wa al Tarhiib, hadits no. 390; Yusuf Qardhawi, ha; 51.
([15]Al Qashash: 81.
([16] ) Saba`: 15-16.
([17] ) Lihat al Dzahaby, Manaqib al Imam Abu Hanifah, Dar al Kitab al `Araby, Mesir, hal. 29; Yusuf Qardhawi (1415 H-1995 M), hal. 50.
([18]) Abu Ubaid, al Amwaal, Hadits, No. 714.
([19] ) Al Taubah: 103.
([20] ) HR. Muslim dan Tirmidzi.
([21]) Lihat Tafsir Qurtuby, Surat Al Furqan ayat 67: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
([22] ) Al Hasyr: 7.
([23] ) Said Hawa, Al Islam, Dar Salam, KAiro, Cet. III, 1413-1995, hal. 409-410.

Sabtu, 19 Maret 2016

SKI Periode Klasik

Nama               : M Fikri Haikal
Kelas/Jurusan   : A/Manajemen Dakwah
Mata Kuliah     : Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen               : Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A

Nama Pengarang        : Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A
Judul Buku                  : Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M)
Tahun Terbit               : 2015
Tempat Terbit             : Yogyakarta
Tebal Buku                 : 282 halaman
Panjang x Lebar Buku            : 16 x 23 cm
Penerbit                      : Gosyen Publishing

Islam telah melahirkan revolusi kebudayaan dan peradaban. Peradaban yang dimaksud adalah Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang menjadi bangsa yang maju. Bahkan, kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan Peradaban IslamPemahaman terhadap ilmu sejarah menjadi penting bagi kalangan intelektual hukum (Islam) untuk melihat mata rantai antara satu kejadian dan kejadian lain sehingga tidak terjadi distorsi dalam menjustifikasi sebuah peristiwa hukum. Begitu pula, kajian sejarah menjadi alat ukur bagi kalangan intelektual dari berbagai disiplin ilmu dalam memilih dan memilah sejarah tersebut.
Abad ke-7 sampai ke-13 M merupakan momentum yang sangat bersejarah bagi kebudayaan dan peradaban Arab-Muslim. Perjuangan penyebaran dakwah Islam pada masa abad ke-7 sampai abad ke-13 M merupakan awal dari perkembangan kebudayaan Islam. Di dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M), Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A. menjelaskan secara terperinci sejarah  kebudayaan perkemabangan Islam (Abad VII-XIII M). Penulis juga menyuguhkan sejarah peradaban Islam secara gamblang yang diuraikan secara komprehensif dan komparatif.
Buku ini juga menyajikan materi-materi yang saling berkaitan antara 1 Bab dengan Bab yang lainnya. Di mulai dari pembahasan materi pada Bab 1,yang di dalam bab ini penulis menceritakan kejadian dan peradaban Arab Pra-Islam yang mana penjelasannya meliputi keadaan gografis, adat istiadat, kepercayaan dan pemerintahan Arab sebelum datangnya ajaran Islam. Dan pada bagian Bab 2,penulis menceritakan sejarah hidup muhammad dari momentum kelahirannya hingga masa dewasa Beliau dan menjelaskan masa Nabi Muhammad berkeluarga. Bab 3 dan Bab 4, pada bab ini pengarang menjelaskan misi gerakan dakwah Nabi Muhammad selama Beliau menyebarkan ajaran Islam di Mekkah dan Madinah. Dan kemudian pada Bab 5, memaparkan pemerintahan Islam seusai wafatnya Nabi Muhammad SAW yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Bab 6,7,8, pada 3 Bab terakhir ini pengarang menjelaskan Daulah pemerintahan sesudah masa kekhalifahan khulafaur Rasyidin, yaitu masa Daulah Umayyah di Damaskus,Daulah Abbasiyah di Baghdad, dan masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia.

Buku ini juga sangat cocok di gunakan bagi para pelajar ataupun masyarakat umum yang ingin memahami dan mengetahui sejarah kebudayaan Islam pada masa periode klasik. Karena dengan mengetahui sejarah kebudayaan Islam masa periode klasik tersebut kita memiliki gambaran perjuangan Nabi Muhammad, Khulafaur Rasyidin dan juga sahabat-sahabat Rasul. Tidak hanya itu saja, di dalam buku ini juga memaparkan kehidupan Arab Pra-Islam dengan gambaran geografis dan kondisi masyarakat pada saat itu. Dan dari segi bahasa yang digunakan dalam pembahasan di buku ini bisa dibilang ringkas, dan sederhana sehingga mudah untuk dipahami oleh para pembaca. Melalui bahasa yang lugas dan terstruktur, memberikan gambaran yang nyata dalam mengembangkan iamajinasi pembaca seolah-olah pembaca dapat menyaksikan kejadian pada masa perkembangan Islam dimasa lalu. Dari segi referensinya, buku ini juga memberikan banyak catatan kaki dan juga daftar pustaka, tidak hanya dari penulis lokal tetapi juga para penulis luar, seperti para penulis orientalis. Ini memberikan gambaran bahwa buku ini sebenarnya berusaha untuk merangkum informasi dari banyak sumber sehingga apa yang ditulis benar-benar menedekati keobjektifan sejarah secara utuh. Tapi di dalam buku ini tidak di jelaskan kisah-kisah peperangan yang terjadi pada masa perkembangan penyebaran ajaran Islam. Sehingga para pembaca tidak dapat menggambarkan perjuangan Rasul dan para sahabat di dalam memperjuangkan dakwah ajaran Islam. Dan juga buku ini tidak memaparkan gambaran peta masa pemerintahan daulah Islamiyah, sehingga para pembaca tidak dapat menggambarkan denah lokasi pada masa pemerintahan daulah Islamiyah tersebut.
Setelah membaca banyak hal yang terangkum di dalam buku yang tergolong sedang ini, telah banyak memberikan gambaran yang cukup luas tentang Sejarah kebudayaan Islam pada masa periode klasik dan segala ragam jenisnya yang meskipun dalam penyajiannya masih terbilang umum namun tetap bisa dijadikan pelajaran sejarah yang cukup bermanfaat bagi kita khususnya kamum muslimin. Selebihnya meskipun demikian, sebagai sebuah buku pengantar dalam kajian sejarah kebudayaan Islam, buku ini  cukup memadai, sekalipun tidak tertutup kemungkinan adanya kekurangan dari segi objektifitas sejarah yang diceritakan. Namun dengan melihat dari sisi referensi yang digunakan oleh penulis kiranya buku ini lebih dekat ke originalitas sejarah. Selain itu, tentang bagaimana sang penulis berusaha untuk memberikan pendekatan yang relevan dalam memberikan pengarahan pada para pembaca dengan menggunakan bahasa yang lugas, padat dan tepat serta sederhana sehinngga buku ini layak untuk dibaca siapa saja khususnya bagi kalangan umat Islam sendiri.






Selasa, 15 Desember 2015

Resensi buku ski periode klasik oleh Prof.Dr. H. Faisal Ismail, M.A

Nama               : M Fikri Haikal
Kelas/Jurusan   : A/Manajemen Dakwah
Mata Kuliah     : Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen               : Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A

Nama Pengarang        : Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A
Judul Buku                  : Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M)
Tahun Terbit               : 2015
Tempat Terbit             : Yogyakarta
Tebal Buku                 : 282 halaman
Panjang x Lebar Buku            : 16 x 23 cm
Penerbit                      : Gosyen Publishing

Islam telah melahirkan revolusi kebudayaan dan peradaban. Peradaban yang dimaksud adalah Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang menjadi bangsa yang maju. Bahkan, kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan Peradaban IslamPemahaman terhadap ilmu sejarah menjadi penting bagi kalangan intelektual hukum (Islam) untuk melihat mata rantai antara satu kejadian dan kejadian lain sehingga tidak terjadi distorsi dalam menjustifikasi sebuah peristiwa hukum. Begitu pula, kajian sejarah menjadi alat ukur bagi kalangan intelektual dari berbagai disiplin ilmu dalam memilih dan memilah sejarah tersebut.
Abad ke-7 sampai ke-13 M merupakan momentum yang sangat bersejarah bagi kebudayaan dan peradaban Arab-Muslim. Perjuangan penyebaran dakwah Islam pada masa abad ke-7 sampai abad ke-13 M merupakan awal dari perkembangan kebudayaan Islam. Di dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M), Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A. menjelaskan secara terperinci sejarah  kebudayaan perkemabangan Islam (Abad VII-XIII M). Penulis juga menyuguhkan sejarah peradaban Islam secara gamblang yang diuraikan secara komprehensif dan komparatif.
Buku ini juga menyajikan materi-materi yang saling berkaitan antara 1 Bab dengan Bab yang lainnya. Di mulai dari pembahasan materi pada Bab 1,yang di dalam bab ini penulis menceritakan kejadian dan peradaban Arab Pra-Islam yang mana penjelasannya meliputi keadaan gografis, adat istiadat, kepercayaan dan pemerintahan Arab sebelum datangnya ajaran Islam. Dan pada bagian Bab 2,penulis menceritakan sejarah hidup muhammad dari momentum kelahirannya hingga masa dewasa Beliau dan menjelaskan masa Nabi Muhammad berkeluarga. Bab 3 dan Bab 4, pada bab ini pengarang menjelaskan misi gerakan dakwah Nabi Muhammad selama Beliau menyebarkan ajaran Islam di Mekkah dan Madinah. Dan kemudian pada Bab 5, memaparkan pemerintahan Islam seusai wafatnya Nabi Muhammad SAW yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Bab 6,7,8, pada 3 Bab terakhir ini pengarang menjelaskan Daulah pemerintahan sesudah masa kekhalifahan khulafaur Rasyidin, yaitu masa Daulah Umayyah di Damaskus,Daulah Abbasiyah di Baghdad, dan masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia.

Buku ini juga sangat cocok di gunakan bagi para pelajar ataupun masyarakat umum yang ingin memahami dan mengetahui sejarah kebudayaan Islam pada masa periode klasik. Karena dengan mengetahui sejarah kebudayaan Islam masa periode klasik tersebut kita memiliki gambaran perjuangan Nabi Muhammad, Khulafaur Rasyidin dan juga sahabat-sahabat Rasul. Tidak hanya itu saja, di dalam buku ini juga memaparkan kehidupan Arab Pra-Islam dengan gambaran geografis dan kondisi masyarakat pada saat itu. Dan dari segi bahasa yang digunakan dalam pembahasan di buku ini bisa dibilang ringkas, dan sederhana sehingga mudah untuk dipahami oleh para pembaca. Melalui bahasa yang lugas dan terstruktur, memberikan gambaran yang nyata dalam mengembangkan iamajinasi pembaca seolah-olah pembaca dapat menyaksikan kejadian pada masa perkembangan Islam dimasa lalu. Dari segi referensinya, buku ini juga memberikan banyak catatan kaki dan juga daftar pustaka, tidak hanya dari penulis lokal tetapi juga para penulis luar, seperti para penulis orientalis. Ini memberikan gambaran bahwa buku ini sebenarnya berusaha untuk merangkum informasi dari banyak sumber sehingga apa yang ditulis benar-benar menedekati keobjektifan sejarah secara utuh. Tapi di dalam buku ini tidak di jelaskan kisah-kisah peperangan yang terjadi pada masa perkembangan penyebaran ajaran Islam. Sehingga para pembaca tidak dapat menggambarkan perjuangan Rasul dan para sahabat di dalam memperjuangkan dakwah ajaran Islam. Dan juga buku ini tidak memaparkan gambaran peta masa pemerintahan daulah Islamiyah, sehingga para pembaca tidak dapat menggambarkan denah lokasi pada masa pemerintahan daulah Islamiyah tersebut.
Setelah membaca banyak hal yang terangkum di dalam buku yang tergolong sedang ini, telah banyak memberikan gambaran yang cukup luas tentang Sejarah kebudayaan Islam pada masa periode klasik dan segala ragam jenisnya yang meskipun dalam penyajiannya masih terbilang umum namun tetap bisa dijadikan pelajaran sejarah yang cukup bermanfaat bagi kita khususnya kamum muslimin. Selebihnya meskipun demikian, sebagai sebuah buku pengantar dalam kajian sejarah kebudayaan Islam, buku ini  cukup memadai, sekalipun tidak tertutup kemungkinan adanya kekurangan dari segi objektifitas sejarah yang diceritakan. Namun dengan melihat dari sisi referensi yang digunakan oleh penulis kiranya buku ini lebih dekat ke originalitas sejarah. Selain itu, tentang bagaimana sang penulis berusaha untuk memberikan pendekatan yang relevan dalam memberikan pengarahan pada para pembaca dengan menggunakan bahasa yang lugas, padat dan tepat serta sederhana sehinngga buku ini layak untuk dibaca siapa saja khususnya bagi kalangan umat Islam sendiri.






Senin, 07 Desember 2015

ARIF alya kuri berpuisi


MAKALAH KONFLIK UMAT BERAGAMA

                                                                      BAB I
PENDAHULUAN
                                                                          
      I.          LATAR BELAKANG MASALAH

Agama sebagai suatu keyakinan dan aqidah yang dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal atau menyeluruh, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun.
Agama juga sebagai suatu pegangan dan pedoman dalam melaksanakan hubungan baik antara Tuhan dan sesama manusia.Pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari berbagai penjabaran norma yang ada, baik norma hukum, norma moral maupun ibadat yang dilakukan oleh manusia.
Namun setiap manusia memiliki kepercayaan yang menjadi landasan dalam memilih agama yang akan diyakini dalam hidupnya.Allah telah mengatakan bahwa manusia itu berbeda – beda.Kehidupan manusia sungguh beracam ragam diciptakan oleh Allah,dari mulai suku,ras,adat istiadat budaya,warna kulit,ideologi,hingga keyakinan dalam beragama.dan di Indonesia sendiri memiliki banyak jenis agama yang di akui dan memiliki banyak pemeluk seperti ,kristen, katholik, hindu, budha, konghucu,dan islam sebagai mayoritas dan pemeluk terbanyak.
Sesungguhnya perbedaan itu menjadikan hidup manusia penuh warna dan kayanya budaya dalam bernegara,apabila satu dengan yang lainnya saling menjaga,hidup rukun dan saling menghargai antara perbedaan yang terjadi.Namun sangat disayangkan,tidak semua elemen menjaga hal itu,sehingga ada toleransi yang mulai hilang dalam memahami perbedaan itu,itulah yang menyebabkan konflik antar agama sering terjadi dikalangan masyarakat luar maupun di Indonesia sendiri.







    II.          RUMUSAN MASALAH

Dari penjabaran yang telah disampaikan di atas maka tersusunlah beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Apa definisi agama,dan mengapa agama itu berbeda – beda dalam kehidupan manusia ?
2.     Apa itu pemicu konflik yang terjadi antar umat beragama ?
3.     Apa pengendalian, dan penyeselaian yang harus dilakukan  untuk mencegah terjadinya konflik antar umat beragama ?

  III.          TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penuisan makalah ini adalah :
1.     Mengetahui definisi dari agama, dan mengapa agama manusia berbeda – beda.
2.     Mengetahui penyebab terjadinya konflik antar umat bergama.
3.     Mengetahui cara pengendalian, penyelesaian agar tidak terjadi lagi konflik antar umat beragama.



                                                                  BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN AGAMA
Agama berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “ tradisi “. Yang mana “A” berarti tidak dan "GAMA" berarti kacau, Sehingga agama berarti tidak kacau. Jika kita lihat dari bahasa latin agama berasal dari kata religio yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan sekitarnya..
Kita sebagai umat beragama harus semaksimal mungkin berusaha dan meningkatkan keimanan serta kualitas diri dalam beribadah. Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada Tuhana Yang Maha Esa yang harus di pegang dan dipatuhi.
Jadi, agama pada intinya adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupan di dunia berharap agar mendapatkan kesejahteraan di akhirat kelak.
1. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.
            2. Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecendrungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.
Dari kedua pendapat tersebut, dapat kita simpulkan bahwasanya agama merupakan : Kebutuhan manusia yang paling esensial.
1.     Adanya kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya.
2.     Adanya kesadaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing, mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.






B. MENGAPA AGAMA BERBEDA-BEDA
Manusia adalah mahluk yang selalu bertanya dan makhluk yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Pertanyaannya mengikuti keingintahuannya semakin bertambah dewasa maka akan banyak pengetahuan yang dimilikinya dan itu dinamakan kecerdasan manusia.
Ada banyak agama disekitar kita. Mulai dari agama Islam, kristen, konghucu, katolik, budha, hindu, dll. Manusia mencari Tuhan dengan cara yang berbeda. Perbedaan itu adalah hal yang baik, karena membawa kekayaan pengalaman hidup. Dengan perbedaan itulah timbul rasa toleransi dan saling menghargai.
Agama tumbuh bersama peradaban. Jadi sudah ribuan tahun agama bersama manusia. Beragam peradaban di dunia, kebiasaan dan cara hidup yang berbeda-beda itulah yang membuat manusia memiliki agama yang berbeda-beda pula. Agama adalah kumpulan ajaran yang diwariskan sepanjang sejarah peradaban manusia. Yaitu ajaran tentang cara hidup yang baik menurut masing-masing peradaban. Ada yang percaya bahwa agama itu berasal dari Tuhan, orang-orang bijak contohnya nabi. Setiap orang punya pilihan dan tidak ada paksaan dalam beragama.
Ilmu pengetahuan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia.Sebelum ilmu pengetahuan berkembang, agama memegang peran penting dalam menjawab persoalan alam dan kehidupan manusia. Keberagaman agama menunjukkan bahwa pendapat manusia tidak sama, maka dapat disimpulkan munculnya berbagai macam agama itu adalah jawaban terhadap beragam persoalan hidup kita.Sering kali kita merasa takjub akan suatu hal yang mungkin tidak masuk di akal dan tentang hal itulah agama menjawabnya tanpa kita sadari dan kita duga-duga. Terkadang jawaban itu terasa kurang masuk akal jika di pandang dari segi ilmu pengetahuan namun itulah keajaiban Tuhan.
Dapat kita pahami bahwa :
1.     Ada keberagaman agama di dunia karena setiap manusia memiliki keingintahuan yang berbeda. Dengan maksud tidak ada satu jawaban yang pasti tentang masalah-masalah alam semesta dan kehidupan. Karena itu manusia hanya cukup meyakininya saja, dan itu merupakan sifat utama agama karena keyakinan itu tidak dapat di paksakan.
2.      Karena kita saling menghormati pilihan orang, maka agama tidak boleh dipaksakan menjadi hanya satu. Sebaliknya, apabila kita saling memaksakan, maka kita akan saling melenyapkan agama yang beragam itu.
Akibat dari banyaknya agama, pasti kita berpikir pula untuk menannyakan tentang keberagaman Tuhan. Tidak ada salahnya jika pertanyaan ini ada. Pasti di setiap agama ada yang yakin bahwa Tuhan mereka hanya 1, namun hanya berbeda-beda saja cara beribadah dan berdoanya.



B.              PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK
I.              Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental

Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.
Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan.
Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.
Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

II.              Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.




Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.

III.            Perbedaan Tingkat Kebudayaan

Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.

IV.            Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama

Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.





C.              PENANGGULANGAN KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA
Konflik antar umat beragama kerap kali terjadi di sekitar kita. Perbedaan, kurangnya toleransi, dan saling menghargai satu sama lain menjadi pemicu utama sebuah konflik sebagaimana yang telah di jelaskan di halaman sebelumnya.
Sebenarnya sudah banyak upaya yang dilakukan potensi  konflik tidak menjadi kasus. Pendekatan struktural pemerintah masih sangat dominan. Sementara upaya dari kelompok masyarakat sendiri belum banyak dilakukan.
Pendekatan struktural TOP-DOWN  dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu :
1.           Kegiatan musyawarah. Musyawarah berguna untuk melakukan pembinaan dan sosialisasi untuk mencapai suatu mufakat ataupun suatu keputusan. Banyak musyawarah yang dilakukan di sekitar kita yang membicarakan tentang kerukunan antar umat beragama namun hal tersebut hanya bersifat wacana belaka tanpa ada tindak  lanjut dalam bentuk nyata.
2.           Melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya konflik antar umat beragama. Cara ini adalah cara yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang terkoordinir dengan baik secara instrumental :
a.           Pembuatan surat keputusan dan perundangan yang mengatur khusus tentang hubungan antar kelompok ataupun antar umat beragama.
b.           Menjadikan pancasila dan nasionalisme sebagai nilai dan norma setiap kelompok umat beragama.
Penggunaan surat keputusan atau peraturan sebagai pedoman pembinaan kerukunan umat beragama dapat di pilah menjadi 3 bagian yaitu :
1.           Upaya yang dilakukan pemerintah tingkat nasional, sebagai contoh dalam bentuk peraturan berskala nasional adalah Keputusan Mentri Agama RI nomor 35 tahun 1980 tentang “ Wadah Musyawarah Umat Beragama “
2.           Upaya yang dilakukan pemerintah tingkat provinsi. Setiap provinsi memiliki peraturan otonomi daerah masing-masing sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan provinsi tersebut. Misalnya, SE Gubernur nomor 451/1178/031/2000 tanggal 10 Februari 2000 tentang ‘Anjuran Pendirian Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB ).
3.           Dan upaya yang dilakukan di kabupaten/kota. Upaya ini bisa terbilang tidak berjalan dengan baik termasuk juga pemberdayaan pada level dasar. Walau begitu bukan berarti upaya ini gagal karena setidaknya sudah di laksanakan sosialisasi pemberdayaan antar umat  beragama.
D.              UPAYA PENYELASAIAN KONFLIK
Dalam setiap kehidupan bermasyarakat selalu ada perbedaan, dan perbedaan tidak mungkin dapat di hindari. Perbedaan adalah sebuah anugrah dari Tuhan yang tiada bandingnya, Rasulullah bersabda : “Perbedaan di antara umatku adalah rahmat”. Dengan berbagai perbedaan manusia dapat bertukar pikiran, saling melengkapi dan dengan hal tersebut akan mencapai sebuah kemajuan karena mereka saling belajar antara yang satu dengan yang lainnya. Namun tidak selamanya perbedaan menjadi sebuah kegemilangan, banyak dari perbedaan yang menjadi sebuah konflik pertikaian, pertengkaran,bahkan pertumpahan darah yang menghantarkan pada hancurnya peradaban masa depan. Hal itu terjadi karena kurangnya toleransi dan saling menghargai.
Konflik yang ada di sekitar kita tidak dapat di hindari namun dapat di tanggulangi, salah satu cara untuk menjaga masyarakat adalah dengan  mengelola konflik tersebut.  Agar konflik tidak lagi bernilai negatif namun sebaliknya merubah konflik itu bersifat konstruktif ( membangun ) dan humanis ( kemanusiaan ).
Banyak konflik di indonesia kita ambil saja contohnya seperti yang terjadi di sekitar kita yakni kabupaten kulonprogo. Penyelesaian konflik tersebut cenderung menggunakan pendekatan struktural dan TOP-DOWN. Pendekatan struktural adalah cara yang di pakai oleh pemerintah dan pihak keamanan dalam menyelesaikan konflik. Para tokoh masyarakat masih ada yang dilibatkan dalam proses penyelesaian sebuah konflik, namun mereka bukan sebagai penengah ataupun pemrakarsa ( pencetus ) karena perakhiran dipegang oleh pemerintah. Hal itu dikarenakan kebanyakan tokoh masyarakat tidak lagi menjadi pengayom masyarakat melainkan mereka lebih berpihak kepada satu pihak atau golongan. Hal tersebut tentunya manjadi kendala dalam mengoptimalkan peran budaya lokal, khususnya tokoh masyarakat.
Cara penyelesaiannya dilakukan dengan bermusyawarah dan berdiskusi. Dengan cara pemerintah mengundang sebagian tokoh masyarakat yang menjadi perwakilan dari setiap kelompok yang terlibat dalam konflik.  Disitulah musyawarah berlangsung untuk mengambil sebuah solusi terbaik, dan dalam hal ini hukum menjadi tidak berlaku dan yang berlaku adalah hukum adat.
Penegakan hukum ini sangat penting untuk ditegakkan supaya memberi efek jera pada masyarakat, terutama agar tidak terjadi kerusuhan dan konflik.




BAB III
PENUTUP
1.           KESIMPULAN
Penyebab konflik antar umat beragama karena kurangnya rasa solidaritas dan toleransi dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada. Seperti yang di jelaskan dalam pembahasan sebelumnya.
Dan cara penanggulangannya dengan menumbuhkan sikap terbuka antar perbedaan yang ada tetapi harus tetap memegang teguh iman dan kepercayaan masing-masing.         






DAFTAR PUSTAKA

v Dr. Nawari Ismail, M.Ag, Prof. Muhaimin AG ( Pendamping ), Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal,( Bandung, CV. Lumbuk Agung, 2011 ) Hal : 179 – 182.
v HustonSmith, Agama Agama Manusia,( Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001 )

v Max Weber,Sosilogi Agama,( Yogyakarta, Ircisod,2012 )